Sabtu, 12 Februari 2011

Antioksidan


PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI ANTIOKSIDAN
Antioksidan merupakan molekul yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Oksidasi merupakan suatu reaksi kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu reaksi rantai, menyebabkan kerusakan sel tubuh.
Antioksidan menghentikan reaksi berantai dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi lainnya dengan sendirinya teroksidasi. Oleh karena itu, antioksidan sering kali merupakan reduktor seperti senyawa tiol, asam askorbat, ataupun polifenol. Penggunaan antioksidan meliputi lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi, produk pangan berkadar lemak rendah, produk daging, produk ikan, dan produk lain-lain.
Persyaratan (sesuai peraturan/undang-undang) : Antioksidan sebagai bahan tambahan pangan batas maksimum penggunaannya telah diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 722/Menkes/Per/IX/88, tertulis pada lampiran I, antioksidan yang diizinkan penggunaannya antara lain asam askorbat, asam eritrobat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butyl hidroksilanisol (BHA), butyl hidrokinon tersier (BHT), butyl hidroksitoluen, dilauril tiodipropionat, propel gallat, timah II, alpha tokoferol, tokoferol campuran pekat.
Sifat-sifat kimia pada antioksidan antara lain sinergisme, dapat diartikan sebagai peranan gabungan antara dua atau lebih agensia sedemikian rupa sehingga masing-masing agensia bila tanpa dilakukan penggabungan. Mekanisme kerja antioksidan dalam mencegah ketengikan bahan di antaranya secara inhibitor dan pemecah peroksida.
Efek terhadap kesehatan, antioksidan secara berlebihan menyebabkan lemah otot, mual-mual, pusing, dan kehilangan kesadaran, sedangkan pengguaan dosis rendah secara terus menerus menyebabkan tumor, kandung kemih, kanker sekitar lambung, dan kanker paru-paru.

2.2 KLASIFIKASI ANTIOKSIDAN
            Sistem antioksidan tubuh sebagai mekanisme perlindungan terhadap serangan radikal bebas, secara alami telah ada dalam tubuh kita. Dari asal terbentuknya, antioksidan ini dibedakan menjadi dua yakni intraseluler (di dalam sel) dan ekstraseluler (di luar sel) atau pun dari makanan.
      Klasifikasi antioksidan dibagi menjadi tiga, yaitu :
·         Berdasarkan antioksidan dalam tubuh, yaitu :
a)      Antioksidan primer
Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah pembentuk senyawa radikal bebas baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita. Namun bekerjanya membutuhkan bantuan zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, dan tembaga. Selenium (Se) juga berperan sebagai antioksidan. Jadi, jika ingin menghambat gejala dan penyakit degeneratif, mineral-mineral tersebut hendaknya tersedia cukup dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari.
b)      Antioksidan sekunder
Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C, beta karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin.
c)      Antioksidan tersier
Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase.

·         Berdasarkan sumber antioksidan, yaitu:
a)      Antioksidan alami
Adalah antioksidan yang merupakan hasil dari ekstraksi bahan alami. Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari : senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan.
b)      Antioksidan sintetik
Adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil reaksi kimia. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ), dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
·         Berdasarkan penggunaan antioksidan,yaitu :
a)      Lemak hewani
Lemak golongan ini, baik lemak pangan maupun nonpangan mengandung lemak hewani dalam presentasi tinggi mempunyai sifat relative derajat ketidakjenuhannya rendah dan stabilitasnya minimal. Lemak ini cukup responsive terhadap perlakuan antioksidan. Antioksidan terbaik untuk lemak hewani adalah larutan yang mengandung 20% BHA, 6% Propil gallat, dan 4% asam sitrat.
b)      Minyak Nabati
Minyak ini mengandung lemak dalam presentasi tinggi. Ditandai dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi dan biasanya mengandung antioksidan alami. Karena derajat ketidakjenuhannya tinggi, maka minyak nabatin sukar di stabilkan dengan antioksidan dalam jumlah normal, dan kadang-kadang tidak mempunyai respon yang baik. Antioksidan terbaik untuk jenis lemak ini adalah antioksidan yang mengandung gugus multihidroksil seperti propel gallat, dan NDGA (Non Hiydroguaiaretic Acid).
c)      Produk Pangan dengan Kadar Lemak Tinggi
Pemilihan antioksidan untuk berbagai macam produk ini berdasarkan atas pertimbangan tipe lemak yang digunakan, serta kondisi prosesing dalam pembuatannya. Dalam penggorengan dalam banyak minyak, antioksidan yang paling efektif adalah larutan BHA 10%, BHT 10%, propel gallat 6%, dan asam sitrat 6%.
d)     Produk Daging
Antioksidan diizinkan digunakan pada daging kering, sosis babi kering dan segar, dan dalam lemak hewani, atau kombinasi lemak hewani dan nabati. Meskipun produk ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang agak besar, namun produk tersebut cukup responsive terhadap perlakuan antioksidan.
e)         Produk Ikan
Penggunaan antioksidan pada sebagian besar produk ikan kurang berhasil ditinjau dari segi komersial. Hal ini disebabkan bagian trigliserida dan fosfolipid sebagian besar minyak ikan ketidakjenuhan tinggi.
f)          Produk Lain-lain
Beberapa produk yang digunakan dalam industry pangan membutuhkan stabilitas dengan antioksidan meskipun produk itu tidak termasuk dalam golongan pangan seperti diatas.(Lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengankadar lemak tinggi, produk daging, produk ikan). Antioksidan juga sering ditambahkan pada bahan pengemas, berbagai macam permen.




2.3 PERSYARATAN ANTIOKSIDAN
Jumlah penggunaan antioksidan maksimum yang diizinkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan.
1.      Asam askorbat (seta garam kalium, garam kalsium, dan garam natrium)
a.       Daging olahan ; daging awetan
Batas maksimum penggunaan : 500 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan asam eritrobat dan garamnya.
b.      Ikan beku
Batas maksimum penggunaan : 400 mg/kg
c.       Buah kalengan
Batas maksimum penggunaan : 400 mg/Kg
d.      Pekatan sari buah anggur
Batas maksimum penggunaan : 400 mg/Kg
e.       Jam dan jeli : marmalade
Batas maksimum penggunaan : 500 mg/Kg
f.       Saus apel kalengan
Batas maksimum penggunaan : 500 mg/Kg
g.      Buah zaitun
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg
h.      Pangan pelengkap serelia
Pangan bayi kalengan 500 mg/Kg
i.        Kaldu
Batas maksimum penggunaan 1 Kg produk siap dikonsumsi, tunggal atau campuran dengan garamnya
j.        Ptongan kentang goring beku
Batas maksimum penggunaan : 100 mg/Kg tunggal atau campuran dengan sekuestran.
k.      Pekatan sari nanas ; sayur kalengan
Batas maksimum penggunaan : secukupnya

2.      Asam Eritorbat (serta garamnya)
a.       Daging olahan ; daging awetan
Batas maksimum penggunaan : 500 mg/Kg tunggal atau campuran dengan asam eritorbat dan garamnya.
b.      Ikan beku
Batas maksimum penggunaan : 400 mg/Kg
c.       Saus apel kalengan
Batas maksimum penggunaan : 150 mg/Kg tunggal atau campuran dengan asam askorbat.
3.      Askorbil Palmitat
a.       Lemak dan minyak pangan
Batas maksimum penggunaan : 500 mg/Kg tunggal atau campuran dengan askorbil stearat.
b.      Margarin
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan askorbil stearat.
c.       Minyak kacang, minyak kelapa, dan minyak lainnya.
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan askorbil stearat.
d.      PASI
Batas maksimum penggunaan : 10 mg/L, Produk siap dikonsumsi.
e.       Pangan bayi kalengan ; pangan pelengkap serelia
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, lemak
4.      Askorbil Stearat
a.       Lemak dan minyak pangan
b.      Batas maksimum penggunaan : 500 mg/Kg tunggal atau campuran dengan askorbil palmitat.
c.       Margarin
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg tunggal atau campuran dengan askorbil palmitat.
d.      Minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak lainnya
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/L tunggal atau campuran dengan askorbil palmitat.
5.      Butil Hidroksianisol (BHA)
a.       Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak lainnya. Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHT atau senyawa gallat, tetapi gallat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
b.      Margarin
Batas maksimum penggunaan : 100 mg/Kg tunggal atau campuran dengan BHT, atau senyawa.
c.       Minyak mentega dan lemak susu anhidrat (tidak dikonsumsi langsung atau untuk susu dan hasil olah susu rekonstitusi)
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg tunggal atau campuran dengan BHT, atau senyawa galat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
d.      Ikan beku
Batas maksimum penggunaan : 1 g/Kg.
e.       Ikan asin
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg
f.       Mentega
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg.
g.      Pangan lainnya kecuali daging, ikan, unggas
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, kandungan lemak atau minyak tunggal atau campuran dengan BHT atau propel galat.
6.      Butil Hidrokinon Tersier
Lemak dan minyak pangan
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA,  BHT atau senyawa gallat, tetapi gallat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
7.      Butil Hidroksiltoluen
a.       Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; minyak lainnya.
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA,  Butil hidrokinon tersier atau senyawa gallat, tetapi gallat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
b.      Margarin
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA,  atau senyawa gallat.
c.       Minyak mentega dan lemak susu anhidrat (tidak untuk dikonsumsi langsung, atau untuk susu hasil olah susu rekonstitusi)
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA,  atau senyawa gallat, tetapi gallat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
d.      Ikan beku
Batas maksimum penggunaan : 1 g/Kg.
e.       Ikan Asin
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg
f.       Mentega
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg
g.      Pangan lainnya kecuali daging, ikan, unggas
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, kandungan lemak atau minyak tunggal atau campuran dengan BHA atau propil galat.
8.      Dilauril Tiodipropionat
Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak lainnya.
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg.
9.      Propil Galat
a.       Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak lainnya.
Batas maksimum penggunaan : 100 mg/Kg.
b.      Margarin
Batas maksimum penggunaan : 100 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA,  atau BHT.
c.       Minyak mentega dan lemak susu anhidrat (tidak untuk dikonsumsi langsung, atau untuk susu hasil olah susu rekonstitusi)
Batas maksimum penggunaan : 100 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA,  atau BHT.
d.      Pangan lainnya kecuali daging, ikan, unggas
Batas maksimum penggunaan : 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan BHA atau BHT.
10.  Timah II Klorida
a.       Asparagus dalam botol
Batas maksimum penggunaan : 25 mg/Kg, dihitung sebagai Sn
b.      Pekatan sari nanas
Batas maksimum penggunaan : 8 mg/Kg
11.  Alpha Tokoferol
a.       Lemak dan minyak makan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak lainnya; margarin
Batas maksimum penggunaan : secukupnya
b.      Pangan pelengkap serelia; pangan bayi kalengan
Batas maksimum penggunaan : 300 mg/Kg lemak, tunggal atau campuran dengan tokoferol campuran pekat.
c.       Kaldu
Batas maksimum penggunaan: 50 mg/Kg produk siap dikonsumsi, tunggal atau campuran dengan tokoferol campuran pekat.
12.  Tokoferol Campuran Pekat
a.       Lemak dan minyak makan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak lainnya; margarin
Batas maksimum penggunaan : secukupnya
b.      Pangan pelengkap serelia; pangan bayi kalengan
Batas maksimum penggunaan : 300 mg/Kg lemak, tunggal atau campuran dengan alpha-tokoferol.
c.       Kaldu
Batas maksimum penggunaan: 50 mg/Kg produk siap dikonsumsi, tunggal atau campuran dengan alpha-tokoferol.
d.      PASI
Batas maksimum penggunaan : 10 mg/L, Produk siap dikonsumsi.

2.4 ANALISIS ANTIOKSIDAN
      Analisis antioksidan meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif.
1.                Analisis kuntitatif Antioksidan dengan TLC (SNI,1992,AOAC,1995)
Prinsip:
Setelah melalui tes berwarna, minyak diektraksi berturut-turut dengan methanol dan asetonitril, ekstrak mungkin mengandung galat, BHA, NDGA, dan BHT. Ekstrak tersebut masih berupa campuran, melalui kromatografi plat tipis silika gel dan pelarut benzen sebagai pengembang, maka akan terjadi pemisahan dimana kromatogram yang terbentuk dilakukan reaksi penyemprotan. Hasilnya akan berada di bawah garis dasar.
Alat : Rotary evaporator, seperangkat peralatan TLC, Silica Gel
Bahan :
1)      Ethanol
2)      Asetonitril
3)      Benzen
4)      Bahan pereaksi penyemprot yaitu 2,6-dikloraquinon Kloriomid (pereaksi GIBB’S)0,01% dalam etanol
5)      Larutkan standar, larutan 1% di dalam 70% v/v etanol
6)      Ferriklorida Heksahidrat, 0,2 gram zat murni dalam 0,5 ml 100% etanol lalu encerkan sampai 100 ml dengan air destilasi.
Cara Kerja:
Tambahkan 25 ml metanol kepada 10 gram sampel jaga suhunya pada 40 sampai 10 menit,goyangkan sesering mungkin.Dinginkan lalu dekantasi lapisan metanoliknya dan lakukan tes dengan ferriklorida dan larutan --------tes akan memberikan larutan berwarna merah ini menunjukkan bahwa terdapat zat pereduksi termasuk tokoferol bebas tetapi tidak dalam bentuk ester tokoferol.Jika terdapat zat pereduksi ekstraksi dilanjutkan kemudian dengan TLC.
Tambahkan benzen sebagai pelarut pengembang dan pereaksi GIBB’S.sebagai fase diam (chromogenic agen) berikutnya dapat dicoba plat dengan silika gel G.
Larutan Pengembang :
1)      Heksan : eter = 90 : 10
2)      Etilen triklorida : asam asetat : asam format : isobutanol=15:1:2:2.
3)      N-heksan atau Petroleum eter : Benzen :asam asetat=40:40:30. Ini  baik utuk pemisahan NDGA dan galat :”run for”130mm,nidimensional.
Pereaksi Penyemprot:
a.       Jika penyemprotan digunakan pereaksi 20% asam pospomolibdik dalam metanol,antioksidan muncul dalam bentuk noda berwarna biru atau abu-abu.Jika perlakuan pada plat dengan menggunakan uap ammonia background akan menjadi putih bersih dan anti oksidan muncul berbentuk noda berwarna biru atau hijau.
b.      Jika reaksi warna pada pendahuluan positif,tetapi pada plat TLC tidak di dapatkan noda,maka hal ini menunjukkan bahwa dalam sampel terdapat antioksidandalam zat pereduksi.
c.       Tambahkan 100 ml asetonitril.Untuk mendapatkan semua BHT ekstraksi dengan asetonitril sangat sulit kecuali dengan menggunakan destilasi uap.
d.      Uapkan 2 ml hasil ekstrak dengan rotary evaporator di bawah tekanan reduksi pada 40 c (dibawah nitrogen).kemudian teteskan sejumlah 20 mikroliter dan 40  mikroliter secara terpisah pada plat TLC dan kembangkan dengan pelarut benzen setinggi 10 cm.Keringkan di udara dan semprotkan dengan pereaksi GIBB’S.
Metode IUPAC II.C.9 secara substansi mirip tetapi menggunakan pelarut sebagai berikut :
a.          40-60ºC B.R. Petroleum eter : Benzen : Asam asetat glasial = 40 : 40 : 20.
Siapkan dalam keadaan segar.
b.      Petroleum eter : Benzen : Etil asetat : Asam asetat glasial = 40 : 40 : 25 : 4.
Siapkan dalam keadaan segar.
Kloroform : Metanol : Asam asetat glasial = 90 : 10 : 2.

1.                Analisis Kuantitatif untuk Gallat (SNI,1992,AOAC,1995)
Prinsip :
Setelah antioksidan diekstrasi dengan metanol 95%.Alikuat yang mengandung ekstrak metanolik ditambahkan aseton,lalu dengan serbuk Amonium Sulfat ,maka akan timbul warna biru kemudian warna biru ini dibandingkan dengan warna standar.
Alat : Spektrofotometer atau kolorimeter
Bahan :
1.      Metanol 95%, campurkan 95 ml metanol dengan 5 ml air.
2.      Kalsium karbonat
3.      Serbuk Ammonium Sulfat
4.      Larutan standar n-propil atau n-dodekil gallat.Larutkan 0,1 gram dalam metanol 95% dan encerkan sampai 10ml (1000).Buat larutan standar antara 5-50 mg/L
Cara kerja:
a.       Campurkan 10 gram sampel cair atau leburan dengan 25 ml metanol 95%  goyang-goyangkan dengan kuat selama 1 menit di dalam tabung sentrifus.Seperti telah dijelaskan oleh Cassidy dan Fisher atau tabung Werner-Schmidt (dengan atau tanpa kran samping).Masukkan ke dalam water bath pada suhu 40 - 50º C dan biarkan kira –kira 15 menit sampai terjadi pemisahan. Tulang lapisan atas ke dalam labu kembali lapisan atas ke labu lalu encerkan sampai tanda batas. Tambahkan 1 gram kalsium karbonat, goyang goyangkan dan saring dengan kertas saring ( Whatman No. 1 atau sejenisnya ), sisakan filtrat beberapa ml hingga yakin bahwa kalsium karbonat tertinggal pada sisa filtrat tersebut.
b.      Ambil dengan tepat 10 ml filtrat, tambahkan 1 ml aseton lalu tambahkan  pula kira-kira 10 mgr ammonium sulfat. Goyangkan selama 1 menit. Setelah setengah jam, ukur absorban pada panjang gelombang 580 nm untuk warna biru di dalam sel 1 cm bandingkan dengan warna 10 ml larutan standar 95 %.
Perhitungan :
Jumlah gallat dalam mg/Kg sampel :
Absorban sampel   X  standar dalam mg/L  X  50
Absorban standar                                               10

1.                Analisa kuantitatif untuk BHA (AOC, 1995 )
Prinsip  :
Filtrat yang berasal dari alikuot yang telah dipersiapkan untuk penentuan gallat direaksikan dengan GIBBS’S menghasilkan warna indofenol yang stabil.
Alat : spektrofotometer
Bahan :
1.      Metanol 95% v/v.
2.      Natrium tetrabonat dekahidrat 0,5%
3.      2,6-dikloro-p-benzoquinon-4-kloroamin (Pereaksi GIBB’S)
4.      N-butanol.
5.      BHA standar, 25 mg/L dalam metanol 95 %
Cara kerja:
a.       Siapkan ekstrak dengan menambahkan metanol 95% seperti yang telah dilakukan pada penentuan gallat. Ambil dengan tepat 2 ml ekstrak tersebut tambahkan 2 ml metanol 95% , 8 ml larutan borak dan 2 ml pereaksi GIBB’S. Setelah 15 menit larutkan dengan n-butanol hingga tepat mencapai volume 20 ml.
b.      Siapkan 2 ml larutan blangko metanol 95 % dan larutan standar BHA 25 mg/L. Baca absorban pada panjang gelombang 610 nm.
Perhitungan :
BHA dalam sampel dalam mg/L =
Asampel Ablangko   x  25  x  50
Asampel Ablangko                10



2.                Analisa Kuantitatif Untuk BHT (SNI, 1992, AOAC, 1995)
Prinsip :
            Sampel diperlukan dengan cara destilasi uap. Destilat yang mengandung BHT ditentukan secara reaksi berwarna dengan pereaksi o-dianisidin dan natrium nitrat.
Alat :
1.      Seperangkat destilasi uap
2.      Pemanasan 160ºC dengan beaker glass ukuran berukuran 1 liter, berisi setengah penuh parafin. Juga pemanas minyak dapat digunakan.
3.      Corong pisah tipe Squibb yang dicat hitam ukuran 60 ml.
4.      Labu volumetrik 10 ml dicat hitam.
5.      Generator uap yang dilengkapi dengan labu dasar ukuran 1 liter untuk tempat air destilasi, plastik penghubung uap luar dengan kepala labu destilasi atau bola, dan soket digunakan secara bersamaan.
Bahan :
1.      Kloroform
2.      Larutan magnesium klorida, larutan 100 gram heksahidrat dalam 50 ml air
3.      O-dianisidin, larutkan 0,25 gram dalam 50 ml metanol, tambahkan 100 mg arang aktif, goyang-goyangkan selama 5 menit dan saring. Campurkan 40 ml larutan jernih tersebut dengan 60 ml 1N HCl siapkan dengen segera dan lindungi dari sinar matahari.
4.      Natrium nitrat 0,3% dalam air
5.      Larutan standar BHT mg/L, larutkan 50 mg dalam metanol lalu encerkan sampai 100 ml, siapkan larutan standar yang mengandung 1-5 mg/L larutkan dengan 50% v/v metanol.
Cara kerja:
a.       Masukkan 15 ml larutan Magnesiun Klorida ke dalam labu 100 ml (JENDEN dan TAYLOR) atau tabung G (modifikasi KOZELKA dan HINE),atau tambahkan kurang lebih 5 gr sampel,disarankan lebih baik BHT yang dikandung kira-kira 0,4 mg.Lumasi dasar gelas lalu hubungkan ke labu.Panaskan pemanas yang berisi air destilasi pada suhu 160ºC - 100ºC. Atur generator uap agar destilat air yang keluar memiliki laju 4 ml/menit. Jaga kondisi tersebut hingga air mengalir terus menerus. Hubungkan kondensator dengan generator uap ke labu destilasi dan benamkan ke dalam pemanas. Destilasi uap ini harus bekerja dengan baik.
b.      Tampung sebanyak 100 ml di dalam labu volumetrik 200 ml yang berisi 50 ml metanol. Lepas labu destilasi dari generator uap dan kembalikan labu destilasi kepanas. Jika ujung kondensor telah dingin, lepas kondensor dari labu destilasi. Aliri segera dengan uap air. Cuci kondensor dengan 5 porsi metanol masukkan hasil pencucian ke dalam labu volumetrik. Dinginkan sampai temperatur kamar dan encerkan dengan metanol sampai volume 200 ml lalu aduk.
c.       Bersihkan dan keringkan 3 buah corong pisah 60 ml tipe Squibb, beri tanda B, S, X ke dalam masing-masing corong pisah, masukkan ke dalam corong B 25 ml metanol 50% v/v melalui pipa, corong S 25 ml larutan standar yang mengandung 1-3 mg BHT/ml, corong X 25 ml metanol 50% (destilat) sampel. Pada masing-masing corong pisah tambahkan 5 ml larutan dianisidin, tutu corong pisah lalu goyang-goyangkan dengan hati-hati. Kemudian pada masing-masing corong pisah ditambahka 2 ml larutan natrium nitrat 0,3%, tutup kembali lau goyang-goyangkan dengan hati-hati. Biarkan 10 menit lalu tambahkan lagi pada masing-masing corong pisah 10 ml kloroform. Lakukan ekstraksi ini sampai terbentuk warna kompleks dengan mengoyang-goyangkan selama 30 detik. Biarkan selama 2-3 menit hingganterbentuk 2 lapisan terpisah sempurna.
d.      Beri tanda pada labu volumetrik B, S ,dan X. Pipet 2 ml metanol absolut lalu masukkan ke dalam masing-masing labu. Pisahkan dan masukkan lapisan kloroform (lapisan yang berada di bawah) ke masing-masing labu volumetrik kocok dengan baik.
e.       Bacaalah absorban larutan masing-masing dengan alat spektrofotometer atau kolorimetri pada panjang gelombang 520 nm dengan menggunakan campuran 2 ml metanol dan 8 ml kloroform sebagai blanko. 50 mg BHT akan memberikan absorban kira-kira 0,39 dengan tebal sel 1 cm recovery dihasilkan kira-kira 97 ± 2%.
Perhitungan:
BHT di dalam sampel mg/Kg =
Asampel Ablangko    X   standart   X        200
Astandart Ablangko                             berat sampel

2.5 EFEK TERHADAP KESEHATAN
a)      Asam L-Askorbik (vitamin C)
Sulit untuk kesehatan gusi, gigi, tulang, kulit dan pembulu darah. Dosis tinggi dapat menyebabkan diare dan erosi pada gigi. Mengkonsumsi lebih dari 10 gr/hari mudah terkena batu ginjal.
b)      Ekstrak Tokoperois Alam (vitamin E)
Membantu pengiriman oksigen dari hat ke otot. Sangat esensial untuk memperpanjang waktu hidup sel darah merah. Bertindak sebagai antioksidan terhadap macam-macam asam lemak yang tidak larut dalam jaringan penimbun lemak dan  melindungi pangan dari oksidasi.
c)      Propil gallat; oktil gallat; dan dodekil gallat
Semua alkil gallat menyebabkan iritasi pada lambung dan kulit, memberikan efek negatif terhadap penderita asma atau mereka yang sensitif terhadap aspirin. Penggunaan tidak diizinkan untuk pangan bayi atau anak kecil. Propil gallat sering ditambahkan ke dalam bahan pengepak pangan seperti sereal, keripik kentang, sehingga penambahan propil gallat dimungkinkan dapat mencemarkan aroma pangan.
d)     Butil Hidroksil Anisol (BHA)
BHA tidak diperkenankan untuk pangan bayi dan anak kecil kecuali pengawet vitamin A. Penggunaan pada level tinggi sering dilaporkan bersifat toksik. Pada dosis tinggi mendorong timbulnya kanker sekitar lambung pada tikus dan tupai. Diduga BHA memacu timbulnya tumor sekitar lambung melalui penghambatan hubungan antar sel.
e)      Butil Hidroksil Toluen (BHT)
BHT menyebabkan kulit menjadi kasar. Dalam dosis tinggi menyebabkan liver membesar, hal ini dikarenakan bahwa BHT menyebabkan tumor paru-paru pada tikus, tumor hati, serta kandung kemih. BHT juga tidak diperkenankan untuk pangan bayi dan anak kecil.

by :





1 komentar: